Industri perhotelan di Jakarta tengah menghadapi tekanan berat akibat menurunnya tingkat hunian secara drastis dalam beberapa bulan terakhir. Para pelaku usaha menyatakan bahwa okupansi kamar anjlok hingga di bawah 40 persen, bahkan ada yang hanya menyentuh angka 20 persen. Kondisi ini membuat banyak hotel kesulitan menutup biaya operasional harian.
Beberapa manajemen hotel mulai memangkas pengeluaran secara ketat. Mereka mengurangi jam kerja karyawan, menunda perekrutan tenaga baru, hingga mempertimbangkan langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai upaya terakhir untuk bertahan.
Asosiasi Perhotelan Indonesia (PHRI) DKI Jakarta mencatat bahwa lebih dari 60 hotel di wilayah Jabodetabek berada dalam status siaga krisis. Jika situasi tidak membaik dalam waktu dekat, ribuan pekerja di sektor perhotelan terancam kehilangan pekerjaan.
“Saat ini kami berusaha bertahan, tapi jika pendapatan terus merosot, kami tidak punya pilihan selain merampingkan medusa88 tenaga kerja,” ujar salah satu pengelola hotel bintang tiga di kawasan Sudirman.
Faktor utama penurunan okupansi berasal dari lesunya permintaan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Selain itu, penurunan aktivitas bisnis dan pertemuan perusahaan turut memperparah kondisi hotel-hotel kota besar seperti Jakarta yang bergantung pada segmen korporat.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengaku sedang mencari solusi. Beberapa opsi yang mereka pertimbangkan adalah pemberian insentif pajak daerah, bantuan utilitas, dan promosi wisata untuk menarik kembali minat masyarakat menginap di hotel.
Jika krisis ini dibiarkan tanpa intervensi, sektor perhotelan berpotensi menjadi titik awal gelombang PHK massal yang bisa memengaruhi ekonomi Jakarta secara luas.